Idul Fitri


Jelang Hari Raya Idul Fitri semua disibukkan dengan persiapan hari raya. Idul Fitri yang bermakna semua serba baru, maka yang ada di masyarakatpun demikianlah yang terjadi.. Rumah yang biasa tidak di cat, sekarang di ganti dengan cat dan warna baru pula. Lantai rumah yang biasanya penuh debu dan lengket maka sekarang mengkilap karena di pel. Perabot rumah yang biasanya usang sekarang mengkilap karena di cuci dan di gosok. Rumah yang biasanya gersang, sekarang asri karena penuh dengan hiasan dan tanaman baru. Semua serba indah, dan tak ketinggalan penghuninya juga menginginkan tampil serba baru. Baju baru adalah sasaran utama dalam belanja hari raya. Warna-warni baju yang kulihat begitu indah dan sedap dipandang mata. Sajian dapurpun tak kalah lebih penting. Berbagai menu dimasak dalam hari itu. Mulai dari opor, sate, gule, rawon, sop buntut,telur asin, urap, ayam goreng dan lain lain. dari sekian banyaknya yang dimasak hingga bingung makanan mana yang akan di santap lebih dahulu, hingga tidak bisa membedakan rasa dari satu makanan ke makanan berikutnya. karena semua serba enak. Subhanallah...inilah yang namanya berkahnya ramadhan yang diakhiri dengan hari kemenangan, maka tidak salah jika hari raya ini kita kita rayakan dengan penuh kebahagiaan. karena di hari itu semua merayakan dari yang kaya, yang miskin, yatim piatu, janda, tua, muda, anak-anak, semuanya merayakan hari kebahagiaan itu

Seperti lazimnya orang kebanyakan, aku tidak ketinggalan dengan moment ini. aku menginginkan anak-anakku bisa pulang dan berkumpul di rumah, aku sadar akan ada ketimpangan di saat hari raya, akan ada perasaan kehilangan suami dan bapak dari anak-anakku, akan ada rasa iri melihat mereka yang berpasangan, akan ada perasaan nyilu melihat orang bersenda gurau dengan keluarganya yang utuh. tapi aku bertekad aku akan membahagiakan kedua anakku, aku akan berperan ganda sebagai ibu sekaligus bapak dari anak-anakku. Namun rencanaku di luar dugaan. Anakku yang bungsu pulang lebih awal.Puasa penuh kita maknai berdua. tidur berdua, makan berdua, jalan berdua, cerita dan canda berdua. Kutumpahkan semua pada bungsuku. seakan aku tidak merasakan sedih dan susah, tidak merasakan kekurangan walau dalam keterbatasan. Namun kabar selanjutnya, si sulung tidak bisa pulang, tidakbisa hari raya di madura karena bimbingan skripsi sampai jelang hari raya. Anakku meminta kita hari raya di Jember, kota kelahiran suamiku, karena neneknya sangat menunggu cucu-cucunya.

Jelang H-3 Hari Raya, aku bersama anak gadisku yang bungsu berangkat menuju rumah kost anakku yang sulung. 2 hari disana karena kuingin menikmati kebahagiaan kita bertiga.lebih lengkap rasanya kita bisa jalan bertiga, makan bersama, tidur saling rangkul walaupun sudah sama-sama besar, shalat bersama, olah raga bersama-sama, walaupun aku hanya sekedar jadi penonton dan menyemangati mereka dari kejauhan. Anak-anakku sama-sama atlit karate, jadi jika sudah ketemu olah raganya pasti bareng dan latian bareng adu tonjos, dan akulah wasitnya. haa...ha...ha...seneng rasanya. aku bangga dengan kedua anakku, aku bangga dengan pribadi mereka masing-masing, aku bangga dengan perjuangannya, aku bangga dengan keberhasilan dari perjuangannya, aku bangga mereka anak-anak yang patuh pada orang tua. Kesaksian tetangga bahwa anak-anakku beda dengan anak-anak yang lain, tak membuatku besar kepala tapi aku selalu bersyukur, Allah menyayangiku dengan dikaruniai kedua anakku yang baik.Jalan mereka masih panjang, dan tanggung jawabku masih panjang pula, semoga Allah tetap melindungi kami.

Malam hari raya kita berangkat ke rumah mertua, anak-anak sangat merindukan neneknya. si bungsu hampir 5 tahun tidak berjumpa dengan neneknya. Pemandangan yang tak pernah kubayangkan, bertemunya cucu dan nenek menjadi pertemuan yang mengharukan. haru bercampur bahagia. tak kalah penting, aku masih di anggap menantu di rumah ini, sehingga membuat aku merasa kerasan bak di rumah sendiri. Kebersamaan kami dengan saudara-saudara ipar, keponakan, melengkapi lengkapnya kebahagiaan kami di hari yang fitri ini. Walaupun di hati yang paling dalam aku merasakan perih dengan hilangnya suamiku namun aku masih bisa menyembunyikan hal itu di depan mereka. Aku hanya ingin anak-anakku bahagia walau tanpa sosok bapak disampingnya. 

Hati ibu tak bisa dikhianati. Di saat aku berusaha menyembunyikan perasanku yang kehilangan dan menutupi kesedihanku, sebaliknya anak-anakku juga berbuat yang sama dengan cara mereka masing-masing. Semuanya menunjukkan sikap manis, peduli, memperlakukan aku dengan baik, obrolan yang bermakna dan menyemangati aku. Seakan tak pernah terlintas kekecewaan atau kesedihan mereka, walaupun aku tahu di dalam hatinya mereka sedih dengan kehilangan bapaknya. Ternyata kita bisa saling mengisi kekosongan hati, saling rangkul dan saling berbagi perasaan.

Tak terasa kita sudah satu minggu di kota Jember. Liburan sekolahpun sudah di penghujung waktu. Kita berkemas-kemas pulang menuju kota masing-masing dan tugas masing-masing. Si sulung kembali ke tempat kosnya dan si bungsu ku antar ke Bandara Juanda karena harus terbang ke jakarta dimana dia belajar dan mengejar impiannya. Semua berlalu begitu cepat, seminggu bersamanya memberi kenangan yang begitu menyentuh dan mengobati rinduku. Saat ini aku dalam perjalanan ke madura. Sepi sendiri dalam keramaian di dalam bis. Yaa...keramaian itu tak membuatku mengobati perih dengan berpisahnya bersama anak-anak.Begitu aku kehilangan mereka lagi, Entah sampai kapan waktu bisa mempertemukan kita kembali. Aku masih mau merangkul mereka sampai kapanpun, karena dada ini, hati ini, jiwa dan raga ini hanya untuk mereka

Komentar